1.
Lafadz Ayat
{وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ
بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ
إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ
وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ (10) }
2.
Terjemah ayat
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang
mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua
golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin
adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
3. Asbabun Nuzul ayat
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah
az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah berpendapat bahwa Ayat ini diturunkan untuk dua laki-laki dari kaum Anshar yang
saling bermusuhan tentang hak antara mereka berdua. Masing-masing mereka
meminta bantuan keluarga. Kemudian mereka saling melemparkan pukulan dan
sepatu, bukan pedang.
Dalam
menjelaskan asbab al-nuzul ayat ini, Ibn Asyur mengutip beberapa riwayat yang
sebagian besar menceritakan tentang kisah perselisihan yang terjadi antara kaum
Aus dan Khazraj saat hari-hari pertama Nabi Muhammad berada di Madinah. Sosok
Nabi datang sebagai pihak yang mendamaikan dan mengedepankan perdamaian dalam
kehidupan masyarakat. Setelah itu Ibn Asyur memberikan komentarnya secara umum
mengenai riwayat yang dikutipnya dengan mengatakan bahwa dalam ayat ini berlaku
status hukman ‘aman nazala fi sabab al-khas.
Pendapat lain mengenai asbabun nuzul berdasar tafsir Hidayatul
Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari
Anas radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Dikatakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam, “Sekiranya engkau mendatangi Abdullah bin Ubay.” Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pergi mendatanginya dan menaiki keledai, dan kaum
muslimin ikut pergi berjalan bersama Beliau. Ketika itu, tanah yang dilewati
adalah tanah yang tidak menumbuhkan tanaman. Saat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam mendatanginya, maka Abdullah bin Ubay berkata, “Menjauhlah dariku. Demi
Allah, bau keledaimu telah menggangguku.” Lalu salah seorang Anshar di antara
mereka berkata, “Demi Allah, keledai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
lebih wangi baunya daripada kamu.” Maka salah seorang dari kaum Abdullah (bin
Ubay) ada yang marah untuknya dan memakinya, sehingga masing-masing kawannya
saling marah. Ketika itu, antara keduanya saling pukul-memukul dengan pelepah
kurma, sandal, dan tangan. Lalu disampaikan kepada kami, bahwa telah turun
ayat, “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya!” (Terj. Al Hujurat: 9)
Dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa Sa'id ibnu Jubair menceritakan bahwa
orang-orang Aus dan orang-orang Khazraj terlibat dalam suatu perkelahian
memakai pelepah kurma dan terompah, maka Allah Swt. menurunkan ayat ini dan
memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk mendamaikan kedua belah pihak.
As-Saddi menyebutkan bahwa dahulu seorang
lelaki dari kalangan Ansar yang dikenal dengan nama Imran mempunyai istri yang
dikenal dengan nama Ummu Zaid. Istrinya itu bermaksud mengunjungi orang tuanya,
tetapi suaminya melarang dan menyekap istrinya itu di kamar atas dan tidak
boleh ada seorang pun dari keluarga istri menjenguknya. Akhirnya si istri
menyuruh seorang suruhannya untuk menemui orang tuanya. Maka kaum si istri
datang dan menurunkannya dari kamar atas dengan maksud akan membawanya pergi.
Sedangkan suaminya mengetahui hal itu, lalu ia keluar dan meminta bantuan
kepada keluarganya. Akhirnya datanglah saudara-saudara sepupunya untuk
menghalang-halangi keluarga si istri agar tidak di bawa oleh kaumnya. Maka
terjadilah perkelahian yang cukup seru di antara kedua belah pihak dengan
terompah (sebagai senjatanya), maka turunlah ayat ini berkenaan dengan mereka.
Lalu Rasulullah Saw. mengirimkan utusannya kepada mereka dan mendamaikan
mereka, akhirnya kedua belah pihak kembali kepada perintah Allah Swt.
4. Tafsir Ayat
Islam adalah agama yang membawa kedamaian dan
menyerukan pada penganutnya untuk senantiasa mentranformasikan Islah (perdamaian)
dalam kehidupan. Islam tidak menginginkan umatnya menjadi sumber
perselisihan dan hilangnya kerukunan. Islam bahkan memerintahkan kepada umatnya agar
senantiasa mengedepankan islah sebagai solusi utama jika mendapati
perselisihan.
Menurut tafsir Al-Muyassar
Kementerian Agama Saudi Arabia
Bila dua kelompok dari orang-orang yang beriman
bertikai, maka kalian (wahai orang-orang beriman) harus mendamaikan mereka,
dengan menyeru mereka agar berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah dan
rela menerima hukum keduanya. Bila salah satu dari kedua kelompok melanggar dan
menolak seruan kepada Allah dan Rasulullah, maka perangilah mereka hingga mereka
kembali kepada hukum Allah dan Rasulullah. Bila mereka telah kembali, maka
damaikanlah mereka dengan adil. Berlaku adillah dalam hukum kalian, jangan
melampaui hukum Allah dan Rasulullah dalam mengambil keputusan. Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil dalam hukum mereka yang
memutuskan dengan keadilan diantara makhlukNya. Dalam ayat ini terdapat
penetapan sifat “mahabbah” bagi Allah secara hakiki sesuai dengan keagungan
Allah.
Allah Swt. berfirman
memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di antara dua golongan yang
berperang satu sama lainnya:
{وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang
mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9)
Allah menyebutkan mereka sebagai
orang-orang mukmin, padahal mereka berperang satu sama lainnya. Berdasarkan
ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak
mengeluarkan orang yang bersangkutan dari keimanannya, betapapun besarnya maksiat
itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh golongan Khawarij dan para pengikutnya
dari kalangan Mu'tazilah dan lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa
besar dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya). Hal yang sama telah
disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui hadis
Al-Hasan, dari Abu Bakrah r.a. yang mengatakan bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ
يَوْمًا وَمَعَهُ عَلَى الْمِنْبَرِ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ، فَجَعَلَ يَنْظُرُ
إِلَيْهِ مَرَّةً وَإِلَى النَّاسِ أُخْرَى وَيَقُولُ: "إِنَّ ابْنِي هَذَا
سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ
مِنَ الْمُسْلِمِينَ"
pada suatu hari Rasulullah Saw. berkhotbah
di atas mimbarnya, sedangkan beliau membawa Al-Hasan ibnu Ali r.a. Lalu beliau
sesekali memandang ke arah cucunya itu, dan pada kesempatan lain memandang ke
arah orang-orang, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya anak (cucu)ku ini
adalah seorang pemimpin, mudah-mudahan dengan melaluinya Allah mendamaikan di
antara dua golongan besar kaum muslim (yang berperang).
Ternyata kejadiannya memang persis seperti
apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. sesudah beliau tiada. Allah Swt. melalui
Al-Hasan telah mendamaikan antara penduduk Syam dan penduduk Irak sesudah kedua
belah pihak terlibat dalam peperangan yang panjang lagi sangat mengerikan.
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ
بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ
إِلَى أَمْرِ اللَّهِ}
Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang
berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. (Al-Hujurat: 9)
Yakni hingga keduanya kembali taat kepada
perintah Allah dan Rasul-Nya, serta mau mendengar perkara yang hak dan
menaatinya. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih, dari Anas r.a., bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"انْصُرْ
أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا
نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: "تَمْنَعُهُ
مِنَ الظُّلْمَ، فَذَاكَ نَصْرُكَ إِيَّاهُ"
Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan
aniaya atau teraniaya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau dia teraniaya, aku pasti
menolongnya. Tetapi bagaimana aku menolongnya jika dia aniaya?" Rasulullah
Saw. menjawab: Engkau cegah dia dari perbuatan aniaya, itulah cara
engkau menolongnya.
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ
فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ}
jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Hujurat: 9)
Berlaku adillah dalam menyelesaikan
persengketaan kedua belah pihak,' berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh
salah satu pihak akibat ulah pihak yang lain, yakni putuskanlah hal itu dengan
adil dan bijaksana.
{إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. (Al-Hujurat: 9)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدِّمِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، عَنْ
مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"إِنَّ الْمُقْسِطِينَ فِي الدُّنْيَا عَلَى مَنَابِرَ مِنْ لُؤْلُؤٍ بَيْنَ
يَدَيِ الرَّحْمَنِ، بِمَا أَقْسَطُوا فِي الدُّنْيَا".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, dari
Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr r.a.
yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya
orang-orang yang berlaku adil di dunia berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya
di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah berkat keadilan mereka sewaktu di dunia.
Imam Nasai meriwayatkan hadis ini dari
Muhammad ibnul Musanna, dari Abdul A'la dengan sanad yang sama. Sanad hadis ini
kuat lagi baik, tetapi para perawinya dengan syarat Syaikhain.
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ
أَوْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمُقْسِطُونَ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَلَى يَمِينِ الْعَرْشِ، الَّذِينَ
يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهَالِيهِمْ وَمَا وَلُوا".
Telah menceritakan pula kepada kami
Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu
Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Amr ibnu Aus, dari Abdullah ibnu Amr r.a.,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang-orang yang adil kelak di hari
kiamat di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan
'Arasy. Mereka adalah orang-orang yang berlaku adil dalam hukumnya dan terhadap
keluarga serta kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka.
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya
melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
5.
Bagaimana
mengamalkannya ?
A. Pertama, Tabayyun sebagai langkah preventif. berhati-hati dan tabayyun (meninjau
ulang) berita yang disampaikan oleh orang-orang munafik. Di antara efek negatif
dari berita yang kurang valid adalah terjadinya fitnah dan pertikaian bahkan
sampai terjadinya peperangan antar sesama. Untuk itulah, menjalin perdamaian
adalah instrumen penting yang diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang yang
beriman sebagai jalan tengah dan solusi bijak.pentingnya tabyin atau tabayun sebagai langkah
preventif terhadap lahirnya konflik akibat dari adanya hoax dan hate
speech maupun informasi yang berupa brainwash.
B. Kedua, menjadikan islah sebagai sikap seorang muslim. bahwa konflik
akan selalu ada sepanjang perjalanan maka ishlah harus menjadi sikap yang
melekat bagi seorang muslim. Sehingga sikap islah tidaklah hanya wajib dilakukan
saat konflik sudah terjadi, namun semestinya telah dilaksanakan dalam kehidupan
sehingga Ketika ada konflik dapat mudah diredam.
C. Ketiga, pentingnya penegakan ham. Kita harus berupaya untuk
menjaga keberlangsungan HAM setiap orang. Sehingga hak masing-masing manusia dapat
terlindungi dari Tindakan kedzoliman pihak lain.
D. Keempat, adil sebagai landasan membangun islah.
Menegakan keadilan tidaklah hanya dilakukan dalam prosesi pendamaian saja,
namun bersikap adil dalam melakukan hal apapun, dengan sikap adil tindakan-tindakan yang dapat
memicu terjadinya konflik dapat diminimalisir.
E. Kelima, Rekonsiliasi adalah kepastian
bahkan menjadi perintah agama. Persatuan menjadi semangat yang tidak hanya
diucapkan, tetapi terus diusahakan dalam bentuk nyata. Kisruh politik dan
urusan duniawi tidak sepatutnya menghilangkan kesadaran penting akan arti dan
nilai persatuan dan persaudaraan. Karena perpecahan adalah larangan keras dari
agama.
F. Keenam, kewajiban yang dibebankan kepada
pemerintah. ketika terjadi perseteruan dilapisan masyarakatnya, pemerintah
harus turun tangan untuk menyelesaikan dan mendamaikan (ishlah) mereka
dengan adil. Lebih lanjut, yang dimaksud dengan adil di sini adalah dengan cara
tidak sampai terjadi pertumpahan darah dan memungut biaya.