KESEDERHANAAN MBAH LIS MENGGAPAI RIDHO ALLAH

 





Namanya Mbah Lis hidup bersama 5 ekor kambing dirumah yang sangat sederhana namun syurga baginya.  Rumah yang lebih tepatnya seperti gubug karena terbuat dari bambu yang dilapisi plastik bekas bannner paslon Bupati dan juga anggota dewan dan juga beralaskan tanah. Awal bertemu dengannya saat aku berangkat ke sekolah dan melewati ibu yang sudah tua berjalan menggendong tas yang penuh dengan belanjaan. Aku berhenti untuk menawarkan tumpangan kepada beliau,  tawaranku diiyakan dan ahirnya kuboncengkan dan kuantar sampai kerumahnya.  Letak rumahnya yang sedikit kedalam dari jalan raya yang biasa kulalui sampai kesekolahan.

Pertemuan pertama itu yang ahirnya mengikat perasaan ini menjadi sebuah hubungan yang manis.  Aku dianggap sebagai cucunya sehingga kusempatkan mampir disaat senggang waktuku saat pulang sekolah untuk sekedar menyapa Mbah Lis dan ngobrol untuk beberapa menit mendengarkan ceritanya tentang kambing-kambingnya dan juga kegiatan ngarit (mencari rumput) disore hari.  Meskipun sudah tua dan sibuk ngarit namun Mbah Lis selalu memprioritaskan untuk bisa selalu jamaah solat 5 waktunya di masjid deket rumahnya dengan mukena lusuhnya yang sudah berubah warna aslinya.  Maka saat kubawakan mukena baru saat mau Ramadhan bahagianya dan doa-doa terucap dari bibirnya dengan tulus ihlas.

Pagi ini setelah sekian lama tak bersua Allah berkehendak untuk mempertemukan kembali aku dengan Mbah lis. Tidak ada niatan dari rumah untuk mampir kerumah beliau namun Qodarullah jembatan dekat gang masuk rumah mbah lis sedang diperbaiki sehingga perjalanan dialihkan lewat gang rumah Mbah Lis.  Saat sampai depan rumahnya, beliau sedang menjemur baju dijemuran depa rumah sehingga mau g mau aku berhenti dan menyapa beliau.  Beliau sangat bahagia dan memelukku erat karena sudah lama tiak berjumpa.  Beliau bertanya kok lama tidak mampir apa sudah lupa atau sudah tidak mengajar lagi.  Banyak yang beliau ceritakan namun yang sangat menarik bagiku dari cerita beliau adalah tentang kambignya yang sudah dijual dan dua anak kambingnya yang masih menyusu.  Yang putih disusui induknya sedang yang hitam disusui dengan susu formula dengan memakai dot.  Sehingga setiap merasa haus anak kambing itu akan menghampiri Mbah Lis.

Dari kelima kambing yang ada dan yang sudah dijual tersebut dipersiapkan beliau untuk kurban di Idul Adha tahun depan.  Kambing yang dijual itu uangnya dititipkan dipenjual kambing yang pada saat Idul Adha nanti untuk dibelikan kambing lagi.  Terharu, dan juga menjadi sebuah pembelajaran bagiku yang sudah diberikan rejeki berlimpah dan juga pengetahuan tentang kurban plus sebagai guru Pendidikan agama Islam sudahkah selalu mempersiapkan jauh-jauh hari untuk mencari ridho Allah.  Pernyataan beliau pagi ini adalah “aku ra pingin sugih nduk tapi butuhku cukup ngono wae, aku pingin kurban telu sesuk bodo kaji wingi wes loro , duit aku gak due namug dueku wedus tak openi nganti powel gawe kurban” ( Aku tidak ingin kaya namun kebutuhanku tercukupi begitu saja, aku ingin kurban tiga ekor besok lebaran haji, lebaran haji kemarin sudah 2, uang aku tidak punya namun punyaku kambing yang kupelihara sendiri sampai layak dipakai kurban.

Dari pembicaraan pagi ini dengan Mbak Lis saya simpulkan bahwa untuk beribadah harus kita persiapkan apalagi ibadah yang berbentuk materi.  Harus berusaha menabung untuk bisa mewujudkannya, HP saja kita ganti sesuai tipe yg selalu berubah kenapa tidak untuk ibadah kurban yang setahunnya hanya kira-kira 2 persen dari gaji yang kita terima.  Malu aku jadinya sama Mbah Lis hanya ngarit saja beliau selalu persiapkan hewan kurban terbaiknya.  Pertemuan pagi ini yang ditakdirkan Allah untuk memeberi pelajaran bagiku untuk selalu mempersiapkan kurban di setiap Idul Adha.  Seperti kata KangAsep Founder SAGUSAPOP ambillah pelajaran disetiap kejadian.


Sambonganyar, 28 September 2021

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama