Tafsir Al-Hujurot Ayat 9-10 tentang Pentingnya Ishlah

  

1.              Lafadz Ayat

{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }

2.           Terjemah ayat

 

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.

3.   Asbabun Nuzul ayat

 

Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah berpendapat bahwa Ayat ini diturunkan untuk dua laki-laki dari kaum Anshar yang saling bermusuhan tentang hak antara mereka berdua. Masing-masing mereka meminta bantuan keluarga. Kemudian mereka saling melemparkan pukulan dan sepatu, bukan pedang.

Dalam menjelaskan asbab al-nuzul ayat ini, Ibn Asyur mengutip beberapa riwayat yang sebagian besar menceritakan tentang kisah perselisihan yang terjadi antara kaum Aus dan Khazraj saat hari-hari pertama Nabi Muhammad berada di Madinah. Sosok Nabi datang sebagai pihak yang mendamaikan dan mengedepankan perdamaian dalam kehidupan masyarakat. Setelah itu Ibn Asyur memberikan komentarnya secara umum mengenai riwayat yang dikutipnya dengan mengatakan bahwa dalam ayat ini berlaku status hukman ‘aman nazala fi sabab al-khas.

 

Pendapat lain mengenai asbabun nuzul  berdasar tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I  Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Dikatakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sekiranya engkau mendatangi Abdullah bin Ubay.” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pergi mendatanginya dan menaiki keledai, dan kaum muslimin ikut pergi berjalan bersama Beliau. Ketika itu, tanah yang dilewati adalah tanah yang tidak menumbuhkan tanaman. Saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendatanginya, maka Abdullah bin Ubay berkata, “Menjauhlah dariku. Demi Allah, bau keledaimu telah menggangguku.” Lalu salah seorang Anshar di antara mereka berkata, “Demi Allah, keledai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih wangi baunya daripada kamu.” Maka salah seorang dari kaum Abdullah (bin Ubay) ada yang marah untuknya dan memakinya, sehingga masing-masing kawannya saling marah. Ketika itu, antara keduanya saling pukul-memukul dengan pelepah kurma, sandal, dan tangan. Lalu disampaikan kepada kami, bahwa telah turun ayat, “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!” (Terj. Al Hujurat: 9)

Dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa Sa'id ibnu Jubair menceritakan bahwa orang-orang Aus dan orang-orang Khazraj terlibat dalam suatu perkelahian memakai pelepah kurma dan terompah, maka Allah Swt. menurunkan ayat ini dan memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk mendamaikan kedua belah pihak.

As-Saddi menyebutkan bahwa dahulu seorang lelaki dari kalangan Ansar yang dikenal dengan nama Imran mempunyai istri yang dikenal dengan nama Ummu Zaid. Istrinya itu bermaksud mengunjungi orang tuanya, tetapi suaminya melarang dan menyekap istrinya itu di kamar atas dan tidak boleh ada seorang pun dari keluarga istri menjenguknya. Akhirnya si istri menyuruh seorang suruhannya untuk menemui orang tuanya. Maka kaum si istri datang dan menurunkannya dari kamar atas dengan maksud akan membawanya pergi. Sedangkan suaminya mengetahui hal itu, lalu ia keluar dan meminta bantuan kepada keluarganya. Akhirnya datanglah saudara-saudara sepupunya untuk menghalang-halangi keluarga si istri agar tidak di bawa oleh kaumnya. Maka terjadilah perkelahian yang cukup seru di antara kedua belah pihak dengan terompah (sebagai senjatanya), maka turunlah ayat ini berkenaan dengan mereka. Lalu Rasulullah Saw. mengirimkan utusannya kepada mereka dan mendamaikan mereka, akhirnya kedua belah pihak kembali kepada perintah Allah Swt.

 

4.   Tafsir Ayat

 

Islam adalah agama yang membawa kedamaian dan menyerukan pada penganutnya untuk senantiasa mentranformasikan Islah (perdamaian) dalam kehidupan. Islam tidak menginginkan umatnya menjadi sumber perselisihan dan hilangnya kerukunan. Islam bahkan memerintahkan kepada umatnya agar senantiasa mengedepankan islah sebagai solusi utama jika mendapati perselisihan.

 

Menurut tafsir Al-Muyassar  Kementerian Agama Saudi Arabia

Bila dua kelompok dari orang-orang yang beriman bertikai, maka kalian (wahai orang-orang beriman) harus mendamaikan mereka, dengan menyeru mereka agar berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah dan rela menerima hukum keduanya. Bila salah satu dari kedua kelompok melanggar dan menolak seruan kepada Allah dan Rasulullah, maka perangilah mereka hingga mereka kembali kepada hukum Allah dan Rasulullah. Bila mereka telah kembali, maka damaikanlah mereka dengan adil. Berlaku adillah dalam hukum kalian, jangan melampaui hukum Allah dan Rasulullah dalam mengambil keputusan. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil dalam hukum mereka yang memutuskan dengan keadilan diantara makhlukNya. Dalam ayat ini terdapat penetapan sifat “mahabbah” bagi Allah secara hakiki sesuai dengan keagungan Allah.

Allah Swt. berfirman memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di antara dua golongan yang berperang satu sama lainnya:

{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9)

Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang mukmin, padahal mereka berperang satu sama lainnya. Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak mengeluarkan orang yang bersangkutan dari keimanannya, betapapun besarnya maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh golongan Khawarij dan para pengikutnya dari kalangan Mu'tazilah dan lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya). Hal yang sama telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui hadis Al-Hasan, dari Abu Bakrah r.a. yang mengatakan bahwa:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ يَوْمًا وَمَعَهُ عَلَى الْمِنْبَرِ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ، فَجَعَلَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ مَرَّةً وَإِلَى النَّاسِ أُخْرَى وَيَقُولُ: "إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ"

pada suatu hari Rasulullah Saw. berkhotbah di atas mimbarnya, sedangkan beliau membawa Al-Hasan ibnu Ali r.a. Lalu beliau sesekali memandang ke arah cucunya itu, dan pada kesempatan lain memandang ke arah orang-orang, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya anak (cucu)ku ini adalah seorang pemimpin, mudah-mudahan dengan melaluinya Allah mendamaikan di antara dua golongan besar kaum muslim (yang berperang).

Ternyata kejadiannya memang persis seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. sesudah beliau tiada. Allah Swt. melalui Al-Hasan telah mendamaikan antara penduduk Syam dan penduduk Irak sesudah kedua belah pihak terlibat dalam peperangan yang panjang lagi sangat mengerikan.

Firman Allah Swt.:

{فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ}

Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. (Al-Hujurat: 9)

Yakni hingga keduanya kembali taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, serta mau mendengar perkara yang hak dan menaatinya. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih, dari Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: "تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمَ، فَذَاكَ نَصْرُكَ إِيَّاهُ"

Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan aniaya atau teraniaya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau dia teraniaya, aku pasti menolongnya. Tetapi bagaimana aku menolongnya jika dia aniaya?" Rasulullah Saw. menjawab: Engkau cegah dia dari perbuatan aniaya, itulah cara engkau menolongnya.

Firman Allah Swt.:

{فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}

jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Hujurat: 9)

Berlaku adillah dalam menyelesaikan persengketaan kedua belah pihak,' berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh salah satu pihak akibat ulah pihak yang lain, yakni putuskanlah hal itu dengan adil dan bijaksana.

{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Hujurat: 9)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدِّمِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، عَنْ مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمُقْسِطِينَ فِي الدُّنْيَا عَلَى مَنَابِرَ مِنْ لُؤْلُؤٍ بَيْنَ يَدَيِ الرَّحْمَنِ، بِمَا أَقْسَطُوا فِي الدُّنْيَا".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil di dunia berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah berkat keadilan mereka sewaktu di dunia.

Imam Nasai meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnul Musanna, dari Abdul A'la dengan sanad yang sama. Sanad hadis ini kuat lagi baik, tetapi para perawinya dengan syarat Syaikhain.

وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَوْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْمُقْسِطُونَ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَلَى يَمِينِ الْعَرْشِ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهَالِيهِمْ وَمَا وَلُوا".

Telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Amr ibnu Aus, dari Abdullah ibnu Amr r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang-orang yang adil kelak di hari kiamat di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan 'Arasy. Mereka adalah orang-orang yang berlaku adil dalam hukumnya dan terhadap keluarga serta kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka.

Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.

5.           Bagaimana mengamalkannya ?

A.  Pertama, Tabayyun sebagai langkah preventif. berhati-hati dan tabayyun (meninjau ulang) berita yang disampaikan oleh orang-orang munafik. Di antara efek negatif dari berita yang kurang valid adalah terjadinya fitnah dan pertikaian bahkan sampai terjadinya peperangan antar sesama. Untuk itulah, menjalin perdamaian adalah instrumen penting yang diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman sebagai jalan tengah dan solusi bijak.pentingnya tabyin atau tabayun sebagai langkah preventif terhadap lahirnya konflik akibat dari adanya hoax dan hate speech maupun informasi yang berupa brainwash.

B.  Kedua, menjadikan islah sebagai sikap seorang muslim. bahwa konflik akan selalu ada sepanjang perjalanan maka ishlah harus menjadi sikap yang melekat bagi seorang muslim. Sehingga sikap islah tidaklah hanya wajib dilakukan saat konflik sudah terjadi, namun semestinya telah dilaksanakan dalam kehidupan sehingga Ketika ada konflik dapat  mudah diredam.

C.  Ketiga, pentingnya penegakan ham. Kita harus berupaya untuk menjaga keberlangsungan HAM setiap orang. Sehingga hak masing-masing manusia dapat terlindungi dari Tindakan kedzoliman pihak lain.

D.  Keempat, adil sebagai landasan membangun islah. Menegakan keadilan tidaklah hanya dilakukan dalam prosesi pendamaian saja, namun bersikap adil dalam melakukan hal apapun,  dengan sikap adil tindakan-tindakan yang dapat memicu terjadinya konflik dapat diminimalisir. 

E.  Kelima, Rekonsiliasi adalah kepastian bahkan menjadi perintah agama. Persatuan menjadi semangat yang tidak hanya diucapkan, tetapi terus diusahakan dalam bentuk nyata. Kisruh politik dan urusan duniawi tidak sepatutnya menghilangkan kesadaran penting akan arti dan nilai persatuan dan persaudaraan. Karena perpecahan adalah larangan keras dari agama.

F.   Keenam, kewajiban yang dibebankan kepada pemerintah. ketika terjadi perseteruan dilapisan masyarakatnya, pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikan dan mendamaikan (ishlah) mereka dengan adil. Lebih lanjut, yang dimaksud dengan adil di sini adalah dengan cara tidak sampai terjadi pertumpahan darah dan memungut biaya.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama