Pendidikan mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Berbagai kajian di banyak
negara menunjukkan kuatnya hubungan antara pendidikan dengan tingkat
perkembangan bangsa bangsa tersebut yang ditunjukkan oleh berbagai indikator
ekonomi dan sosial budaya. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah
pendidikan yang merata, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Menyadari peran strategis pendidikan tersebut, pemerintah Indonesia senantiasa
mendukung ide yang menempatkan sektor pendidikan, khususnya pendidikan dasar, sebagai prioritas dalam
pembangunan nasional. Bahkan dalam masa krisis ekonomi sekalipun, pendidikan
tetap mendapatkan perhatian meskipun fokusnya dibatasi pada upaya
penanggulangan dampak krisis ekonomi terhadap pendidikan.
Salah satu komponen pendidikan
yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan rencana strategis tersebut adalah
guru. Guru adalah seseorang yang memegang bidang studi dan mentransfernya
kepada anak didik dalam proses pendewasaan diri mereka menuju insan kamil yang
diridhai Allah SWT serta dijadikan pedoman dalam menjalani hidup dan
kehidupannya, sehingga selamat di dunia sampai akhirat.
Guru merupakan komponen
pendidikan yang sangat menentukan dalam membentuk wajah pendidikan di
Indonesia. Ujung tombak dari semua kebijakan pendidikan adalah guru. Gurulah
yang akan membentuk watak dan jiwa bangsa, sehingga baik dan buruknya bangsa
ini sangat tergantung pada guru. Banyaknya kejahatan, pencurian, kerusuhan,
pengangguran disebabkan oleh guru yang salah dalam menerapkan pendidikan.
Demikian juga bangsa yang malas, kurang kreatif, kurang berani mengambil
resiko, kurang inovatif, culas, berjiwa korup, sering menyalahkan orang lain,
semua itu sangat ditentukan oleh peran guru.
Ketika profesi guru sudah menjadi pilihan, maka sebagai konsekuensinya
setiap orang yang merasa dirinya telah menjadi seorang guru sudah seyogianya
berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara
profesional. Dalam Pasal 2 PP No 74 Tahun 2008 telah dinyatakan secara tegas
bahwa (setiap) guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Selanjutnya,
dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa kompetensi tersebut merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Adapun kompetensi yang dimaksudkan mencakup empat kompetensi,
yaitu (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi
sosial, dan (4) kompetensi profesional. Sementara, mengenai keempat kompetensi
tersebut dijabarkan lebih detil pada ayat (4) sampai ayat (8).
Selain
mengacu pada empat kompetensi di atas, tingkat keprofesionalan seorang guru
juga dapat dilihat dari aspek perannya yang multidimensional dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam buku bertajuk Menjadi Guru Profesional (2007), E. Mulyasa
telah merinci 19 peran guru dalam kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai (1)
pendidik, (2) pengajar, (3) pembimbing, (4) pelatih, (5) penasihat, (6)
pembaharu, (7) model dan teladan, (8) pribadi, (9) peneliti, (10) pendorong
kreativitas, (11) pembangkit pandangan, (12) pekerja rutin, (13) pemindah
kemah, (14) pembawa cerita, (15) aktor, (16) emansipator, (17) evaluator, (18)
pengawet, dan (19) kulminator. Kelima belas peran tersebut sudah tentu tidak
mungkin dapat dilakukan oleh seorang guru sekaligus dalam waktu bersamaan oleh
karena setiap peran yang akan dilakukan memang sangat bergantung pada situasi
dan kondisi pembelajaran yang menuntutnya.
Guru
yang profesional tentu saja bukan guru yang bekerja sekadar menanggalkan
kewajiban-kewajibannya atau cuma memperhatikan kelengkapan administratif
semata, apalagi yang hanya berorientasi pada aspek materiil saja. Guru yang
profesional akan selalu berupaya untuk bisa tampil prima sepanjang waktu dan
kesempatan, bahkan ketika ia sedang berada di luar kelas atau lingkungan
sekolah (sebagai salah satu pembuktian kompetensi sosialnya).
Dalam
perspektif pendidikan masa depan, seorang guru yang profesional bahkan tidak
cukup hanya dengan penguasaan empat kompetensi dan melakukan sembilan belas
peran seperti yang telah dikemukakan Mulyasa di atas. Dewasa ini, kendati
bukanlah suatu kewajiban, seorang guru yang profesional juga dituntut memiliki
kemampuan ekstra sebagai seorang peneliti. Dengan demikian, posisi dan peran
seorang guru yang profesional hampir tak ada bedanya lagi dengan kedudukan
seorang dosen di perguruan tinggi. Akan tetapi, melihat kondisi guru-guru kita
hingga dewasa ini, agaknya tingkat profesionalitas yang diharapkan masih
merupakan harapan yang memerlukan proses cukup panjang untuk dapat
mewujudkannya.
Bertolak dari kenyataan yang
ada sekarang, kiranya para guru perlu mempertanyakan kembali apakah selama ini
mereka sudah melakukan yang terbaik untuk dunia pendidikan yang digelutinya dan
sekaligus telah menjadi danau kubangan hidupnya? Apakah mereka sudah berusaha
mengimbangi apa yang telah diberikan negara dengan dedikasi yang tinggi pula
terhadap masa depan negeri ini? Maka, ketika profesi guru sudah menjadi pilihan,
sungguh tak adil rasanya kalau kita justru mengingkari jatidiri sebagai seorang
guru dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang tidak profesional.
Nama |
: Andi Nurhaedah, S.Si |
Tempat Tanggal Lahir |
: Soppeng, 12 Februari 1983 |
Alamat |
: BTN Buntuna Blok B.No.5 Kab.Tolitoli |
Riwayat Sekolah |
|
SDN 193 T.rarae |
Tahun masuk 1989 lulus tahun 1995 |
SLTPN 3 Liliriaja |
Tahun masuk 1995 lulus tahun 1998 |
SMKN 3 Palu |
Tahun masuk 1998 lulus 2001 |
Universitas Tadulako |
Tahun masuk 2003 lulus 2008 |
Riwayat Pekerjaan |
Guru Madrasah terangkat dari tahun 2014 sampai sekarang |
Tugas Tambahan Sekarang |
Wakasek Kurikulum |